5 Syarat Untuk Dapat Memberantas Korupsi

Lahirnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) seakan menjadi angin segar bagi masyarakat yang telah lama mengidamkan adanya upaya pemberantasan korupsi yang sungguh-sungguh di Republik ini. Sepertinya harapan masyarakat akan terjawab oleh prestasi KPK dalam mengungkap dan memproses kasus korupsi. Berbagai kalangan yang selama ini tidak dapat terjamah oleh hukum seperti oknum pejabat walikota, gubernur, menteri, perwira tinggi TNI/POLRI, tokoh poltik  dan juga para pengusaha terkemuka yang berkonpsirasi melakukan korupsi ternyata berhasil dijebloskan ke penjara melalui upaya penegakan hukum KPK. Bahkan dalam perkembangan terakhir sanksi hukum yang dijatuhkan terhadap para koruptor relative lebih berat.

Masyarakatpun berharap bahwa upaya tegas yang dilakukan KPK akan menurunkan angka korupsi di negri ini.  Mereka mengira penindakan yang tegas akan menciptakan efek jera (deterrent effect) di kalangan pelaku korupsi, sehingga akan menyurutkan niat mereka untuk melakukan praktik curang tersebut. Akan tetapi setelah sekian lama para pendekar anti korupsi KPK memainkan “jurusnya” menindak para koruptor, ternyata praktik korupsi tidak makin berkurang bahkan semakin bertambah. Banyak pihak yang berpendapat bahwa praktek korupsi di era reformasi ini justru makin merajalela, dibanding era sebelumnya. Pada jaman orde baru praktik korupsi lebih banyak dilakukan  di kalangan eksekutif, akan tetapi saat ini korupsi terjadi di lembaga eksekutif,  legistatif dan yudikatif. Bisa dikatakan korupsi saat ini lebih bersifat Systemic, Organized dan Massive. Hal ini juga dapat kita lihat dari semakin banyak terungkapnya praktik korupsi dengan skala yang lebih besar dan melibatkan berbagai tokoh dan kalangan pejabat juga swasta.

Apa yang salah dalam upaya pemberantasan korupsi di Negara kita, mengapa hingga saat ini perilaku koruptif masih banyak dijumpai di berbagai instansi pemerintah dan lembaga kenegaraan. Apakah penindakan hukum yang tegas belum cukup untuk membuat para koruptor jera, upaya apa lagi yang masih harus kita lakukan untuk menjadikan bangsa ini terbebas dari korupsi.

Rupaya upaya penindakan yang selama ini dijalankan KPK dan lembaga penegak hukum lainnya belum dapat menyentuh akar permasalahan dalam pemberantasan korupsi, sehingga belum dapat meningkatkan kesadaran anti korupsi dan menurunkan angka korupsi.  Yang lebih memprihatinkan lagi para pelaku korupsi bukanya menjadi sadar malahan makin berani menjalankan aksinya dan juga melakukan perlawanan terhadap upaya KPK melakukan penindakan. Perlawanan tersebut dilakukan dalam bentuk langkah-langkah yang bertujuan untuk melemahkan KPK seperti mengusulkan revisi Undang-undang  KPK guna membatasi kewenangan dalam penuntutan dan juga penyadapan, upaya menghambat pesetujuan anggaran pembangunan gedung KPK yang sangat diperlukan demi kelancaran pemberantasan korupsi, hingga kriminalisasi terhadap pimpinan KPK dan terakhir adanya usulan RUU KUHAP yang didalamnya terdapat pasal-pasal yang memperlemah posisi KPK. Upaya tersebut sering disebut dengan istilah “corruptor fight back”.

Dalam berbagai diskusi dan seminar tentang pemberantasan korupsi banyak pihak yang menyampaikan berbagai gagasan dari latar belakang expertise masing-masing, Para tokoh spiritual berpendapat bahwa aspek moral adalah faktor utama penyebab korupsi, dan mengusulkan pembangunan mental sprititual sebagai solusi utama. Para tokoh pendidikan mengatakan perlunya kurikulum pendidikan anti korupsi dari di SD, SMP hingga SMA guna membangun kesadaran anti korupsi. Para ahli management pemerintahan mengkritisi belum adanya system tatakelola pemerintahan yang baik atau Good Governance. Sedangkan para ahli hukum mengatakan pentingnya perangkat undang-undang, kualitas  peningkatan kualitas aparat dan juga penegakan hukum untuk dapat memberantas korupsi. Pada prinsipinya semua pendapat tersebut adalah benar dan perlu dilakukan, akan tetapi tentunya harus dijalankan secara bersama dalam satu mekanisme pemberantasan korupsi yang bersifat menyeluruh, terintegrasi dan berkesinambungan  Comprehensive, Integrated & Sustainable.

Namun sebelum kita berbicara mengenai bagaimana menjalankan konsep pemberantasan korupsi yang benar ada beberapa persyaratan yang harus dibangun dan dilaksanakan. sebelum kita berperang melawan korupsi. Tanpa terpenuhinya persyaratan tersebut maka pemberantasan korupsi tidak akan berjalan efektif, karena persyaratan tersebut adalah fondasi dari “bangunan anti korupsi” yang akan kita bangun. Adapun  persyaratan  tersebut adalah :

  1. Komitmen (Commitment)
    Syarat pertama untuk dapat memberantas korupsi, kita harus miliki komitmen, yaitu suatu kebulatan tekad berupa "kesadaran akan resiko korupsi" dan "semangat untuk menolak dan melawan segala bentuk korupsi". Tekad ini harus ada dalam setiap individu mulai dari pimpinan tertinggi hingga seluruh masyarakat tanpa terkecuali. Kebulatan tekad ini harus ditetapkan, diucapkan dan dilaksanakan agar tidak hanya menjadi sebuah slogan.

    Pimpinan tertinggi hendaknya menjalankan komitmen anti korupsi sebagai sebuah suri tauladan yang konsisten antara perkataan dan perbuatan (walk the talk), diharapkan hal ini akan dicontoh dan dilanjutkan oleh para pemimpin dibawahnya hingga masyarakat luas. Komitmen akan menjadi pijakan awal bagi keberhasilan bangsa ini dalam memberantas korupsi, untuk itu kita memerlukan pimpinan yang memiliki kualitas integritas yang baik agar dapat mengajak kita semua berkomitmen terhadap pemberantasan korupsi.

    Namun perlu diingat bahwa yang kita perlukan untuk membangun komitmen adalah bukan “malaikat” yang bersih tanpa dosa, mengingat begitu lamanya negeri ini dicengkeram oleh regime yang sangat korup hampir tidak mungkin kita mencari pimpinan yang benar-benar “bersih” dari praktik korupsi. Figur pemimpin yang kita perlukan saat ini adalah yang berani memulai untuk menolak dan melawan korupsi dan mau tampil kedepan untuk memimpin kita memberantas korupsi. Kalau diibaratkan saat ini kita tengah berada di kubangan lumpur, dan kita memerlukan salah satu dari kita yang berani naik ketas dan menarik kita satu persatu keluar dari kubangan yang sama guna membersihkan diri kita bersama. Selain diperlukan pemimpin yang berintegritas, untuk membangun komitmen juga diperlukan masyarakat yang berkesadaran hokum tinggi. Tanpa adanya kesadaran hukum masyarakat, komitmen yang dibangun pemimpin akan menjadi sia-sia. Komitmen anti korupsi dilaksanakan dalam perilaku sehari-hari dalam bentuk sikap dan pemikiran dalam melaksanakan tugas. Di tingkat kelembagaan pemerintahan dan Negara komitment diwujudkan dalam bentuk kebijakan dan keputusan yang mencerminkan pengelolaan pemerintahan yang bersih dan transparan (Good Governance).

    Komitmen anti korupsi hendaknya digelorakan secara terus menerus ke berbagai kalangan melalui berbagai media baik dibidang pendidikan, seni budaya dan kegiatan spiritual keagamaan agar bisa diterima, disadari dan dilaksanakan oleh seluruh masyarakat tanpa terkecuali.

  2. Peraturan perundangan (Regulation)
    Syarat untuk dapat memberantas korupsi yang kedua adalah adanya peraturan perundangan atau regulasi anti korupsi, yaitu semua ketentuan yang disusun untuk mengatur pemberantasan korupsi mulai dari larangan praktik korupsi, pembentukan lembaga anti korupsi, upaya mencegah dan menindak para pelaku korupsi, serta upaya memperbaiki faktor penyebab terjadinya praktik korupsi. Peraturan perundangan tersebut haruslah disusun secara lengkap (comprehensive) yaitu mencakup seluruh praktek kenegaran dan pemerintahan, bahkan transaksi dikalangan swasta guna menutup semua potensi dan resiko korupsi. Peraturan perundangan anti korupsi hendaknya juga bersifat integral atau terkait antara satu dan lainnya sehingga tidak ada lagi celah yang memungkinkan bagi terjadinya bagi praktik korupsi di negeri ini. Peraturan perundangan  ini hendaknya disusun dengan memperhatikan faktor resiko dan kebutuhan dalam rangka pemberantasan korupsi dan tentunya harus dilakukan review secara berkala untuk melihat kesesuaian dengan jaman dan perkembangan praktik anti korupsi yang ada di berbagai Negara lainnya. Dengan demikian peraturan anti korupsi yang ada selalu up to date dan tidak menjadi usang.
  3. System dan Sarana (Tools)
    Selain adanya komitmen dan regulasi untuk memberantas korupsi kita juga harus memiliki system dan sarana (tools) berupa persyaratan administrasi, prosedur kerja dan system informasi yang dibangun dan diperuntukan agar dapat mencegah, mendeteksi dan melokalisir praktik korupsi. Salah satu bentuk tools anti korupsi adalah pengawasan transaksi keuangan yang dijalankan oleh Pusat Pelaporan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK). Melalui pengawasan transaksi keuangan tersebut banyak terungkap pemberian gratifikasi atau suap menyuap, dan pencucian uang yang merupakan rangkaian dari praktik korupsi. Selain pengawasan transaksi keuangan bentuk tools lainnya adalah prosedur pengadaan barang dan jasa di lingkungan instansi pemerintah yang disusun menerapkan ketentuan baku bagi vendor menegement, sehingga dapat menutup praktik kolusi antara pimpinan proyek dan para pengusaha yang terlibat dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah yang dapat merugikan keuangan Negara. Masih banyak tools lain yang dibangun diberbagai bidang seperti pelayanan umum, perijinan, pengadaan barang dan jasa, perpajakan, keimigrasian, perbankan dan penegakan hukum  dll. Semakin  banyak tools anti korupsi yang dibangun dan dijalankan dengan benar maka akan mempersempit para koruptor dalam melakukan aksinya.
  4. Organisasi Anti Korupsi (Anti-Corruption Organization)
    Syarat yang ketiga yang harus kita miliki agar kita dapat memberantas korupsi adalah adanya kelembagaan atau organisasi anti korupsi. Adanya organisasi anti korupsi sangat diperlukan untuk menjalankan regulasi dan tools anti korupsi yang telah dibangun. Organisasi anti korupsi tentunya bukan hanya institusi penegak hukum seperti Kepolisian, Kejaksaan, KPK dan Pengadilan Tipikor, akan tetapi melibatkan seluruh lembaga Negara, pemerintah dan bahkan swasta sesuai ruang lingkup tanggung jawab masing-masing yang terbagi menjadi beberapa wilayah penanganan antara lain :
    1. Bidang Pencegahan
      Untuk melaksanakan upaya pencegahan diperlukan kinerja yang baik dari Lembaga Negara, pemerintah dan swasta yang memiliki peran dan fungsi untuk membangun kesadaran anti korupsi masyarakat, membuat regulasi dan prosedur anti korupsi. Adapun Lembaga yang terkait antara lain Kementrian Agama, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, kementrian pemuda dan olahraga, Kementrian peranan wanita, Kementrian Pendayagunaan Aparatur Negara, Kementrian Komunikasi dan Informasi, DPR, Kementrian Hukum dan HAM, Sekretariat Negara, KPK, Media masa, Organisasi Pelaku Seni budaya, Organisasi Politik, Ormas dan LSM Anti korupsi dll
    2. Penangkalan, Pendeteksian dan Pelaporan
      Bidang penangkalan, pendeteksian dan pelaporan memiliki peran dan fungsi agar potensi korupsi dari suatu praktik pemerintahan dan kenegaraan dapat dideteksi, ditangkal dan diantisipasi sejak dini, serta membangun system pelaporan korupsi yang jelas dan mudah diakses masyarakat luas. Lembaga yang seharusnya terlibat dalam bidang ini adalah  BPK, BPKP, dan tiap inspektorat di Lembaga pemerintah dan Negara, PPATK, Ombudsman, KPK, DPR, Komisi pengawasan seperti Kompolnas, Komisi Yudisal, Komisi Kejaksaan dll
    3. Bidang Penindakan
      Bidang penindakan ditangani oleh semua Lembaga Penegak Hukum yang bertanggung jawab untuk melakukan penindakan terhadap para koruptor mulai dari tingkat penyidikan, penuntutan dan pengadilan hingga pemindanaan. Lembaga yang bertanggung jawab dalam bidang penindakan adalah antara lain LPSK, Kepolisian, Kejaksaan, KPK, Pengadilan Tipikor, MA, Kementrian Hukum dan HAM
    4. Bidang Perbaikan
      Selain bidang-bidang di atas yang tidak kalah penting adalah peran Lembaga pemerintahan dan neara yang bertanggung jawab dalam memperbaiki semua peraturan perundangan, system informasi dan prosedur kerja yang disimpulkan sebagai penyebab terjadinya praktik korupsi, adapun lembaga tersebut antara lain DPR, Kementrian Pendayagunaan Aparatur Negara, Penelitian dan Pengembangan di tiap kementrian, KPK, Ormas dan LSM Anti korupsi dll
    5. Keseluruhan lembaga dan organisasi tersebut hendaknya dapat menjalankan tugasnya sesuai peran dan fungsinya sehingga tercipa sebuah pola penanganan korupsi yang terintegrasi. KPK sebagai lembaga yang memiliki tugas untuk memberantas korupsi semestinya tidak hanya terlibat dalam satu bidang, tetapi harus ada di semua bidang bahkan bertindak sebagai kordinator yang mengupayakan terciptanya synergy dan pola kerjasama yang efektif dalam memberantas korupsi bersama.  Dengan peran ini KPK tidak hanya fokus pada upaya penindakan akan tetapi juga dapat memberikan supervisi, support dan mendorong tiap lembaga dan organisasi tersebut dalam upaya mengenali akar masalah korupsi dan menyusun konsep pencegahan, pendeteksian, penindakan dan perbaikan.  Jika KPK menemukan adanya  fungsi yang tidak berjalan optimal maka dengan kewenangnya KPK dan mengangkat permasalahan ini untuk diselesaikan melalui lembaga yang lebih berwenang.
  5. Mekanisme (Mechanism)
    Setelah memiliki komitmen, regulasi, tools dan oarganisasi yang terakhir yang harus kita bangun adalah mekanisme anti korupsi. Mekanisme anti korupsi adalah konsep dan penedakatan yang akan dilakukan dalam pemberantasan korupsi yang akan dijalankan oleh tiap-tiap Lembaga dan pihak terkait.

    Selama ini yang sering kita dengar melalui berbagai media adalah upaya penindakan terhadap pelaku korupsi, sehingga terbentuk persepsi dikalangan masyarakat bahwa penindakan adalah satu satunya upaya untuk memberantas korupsi. Sebenarnya konsep mekanisme pemberantasan korupsi yang ideal adalah dengan menerapkan 5 pilar yaitu pencegahan (prevention), Penangkalan (preemptive), Pendeteksian dan pelaporan (detection and reporting), penindakan hukum (legal enforcement), dan perbaikan (recovery). Mekanisme tersebut harus dijalankan secara menyeluruh kelimanya secara bersama (comprehensive) oleh semua komponen bangsa tanpa terkecuali harus terlibat di dalammnya sesuai kewenanganya termasuk rakyat yang memiliki hak untuk mengawasi dan melaporkan adanya indikasi korupsi. Mekanisme tersebut juga harus dijalaknakan secara terkait antara antar satu dan yang lain (integrated) serta dijalankan secara terus menerus secara berkesinambungan (sustainable) yang merupakan Cycle Process yang berjalan terus tanpa henti.

Dengan terpenuhinya kelima syarat yang dijalankan secara konsisten tersebut akan  menjadi dasar yang kokoh bagi upaya pemberantasan korupsi yang kita jalankan, sehingga menjadikan negara kita benar-benar siap dalam berperang melawan korupsiguna menekan angka korupsi sampai ke level yang terendah.

Semoga ulasan singkat ini dapat menjadikan tambahan pemahaman bagi kita semua  akan pentingya membangun persyaratan yang diperlukan sebelum kita berperang memberantas korupsi. Dengan demikian upaya pemberantasan korupsi yang kita lakukan akan dapat berjalan efektif.

Salam Anti Korupsi

Say No To Corruption, Save Indonesia !!!

Kantor DPP GMPK

Jl. Budi Raya No. 9 B
Gedung DNR Lantai 1
Kebon Jeruk
Jakarta Barat
Kode Pos 11530
Telp : (021) 532-7604
Email: info@gmpk.or.id

Kirim Artikel

Silahkan mengirim artikel anda ke redaksi@gmpk.or.id

Peta Lokasi Kantor

Ke atas