Keberhasilan KPK dalam melaksanakan Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap para pejabat penerima suap patut diacungi jempol, karena melalui OTT tersebut KPK dapat mengungkap secara langsung praktik curang para pejabat pemerintah sehingga menjadi bukti akurat yang langsung dapat diketahui masyarakat luas melalui pemberitaan di media masa. Selama ini KPK telah mengungkap dan mempidanakan berbagai leval pejabat pemerintah di berbagai institusi. Tercatat sudah banyak Kepala Daerah hingga pejabat setingkat Menteri yang manjadi “korbannya”, bahkan pejabat di lingkungan penegak hukum seperti Polisi Jaksa dan Hakim pun tidak luput dari sepak terjang KPK.
Namun upaya KPK selama ini mampu ternyata belum mampu menurunkan angka korupsi di Indonesia, fakta di lapangan justru seolah “syahwat” para koruptor semakin tak terkendali sehingga korupsi makin meraja lela. Korupsi di Indonesia tidak hanya melibatkan para pejabat pemerintah saja tetapi juga kalangan swasta, para profesional hingga tokoh masyarakat. Korupsi terjadi hampir di semua sendi kehidupan kita, bahkan dari mulai mengurus KTP saja tak sadar kita sudah harus berhadapan dengan praktek curang tersebut. Oleh karenanya tidaklah salah jika kita menyimpulkan korupsi di Indonesia terjadi secara organize, systemic dan massive. Jika penegakan hukum dilakukan dengan tegas dan tanpa pandang bulu, berapa lagi pejabat yang akan ditangkap KPK, berapa luas dan besar penjara yang harus disiapkan untuk mereka, bisa-bisa semua kantor instansi pemerintah akan kosong melompong karena pejabatnya “mutasi” ke lembaga pemsayarakatan.
Penindakan adalah salah satu dari 4 pilar pemberantasan korupsi, yaitu Pencegahan, Pendeteksian, Penindakan dan Perbaikan. Penindakan bertujuan untuk menciptakan efek jera (deterrent effect), yang diharapkan akan membuat kesadaran para pejabat dan masyarakat luas untuk tidak melakukan praktik korupsi. China merupakan salah satu negara yang berhasil menekan angka korupsi dengan upaya penindakan tegas. Pemerintah China menerapkan sanksi pidana mati terhadap para pejabat hingga keluarganya tanpa pandang bulu, bahkan mereka telah mengeksekusi petinggi partai komunis disana yang terbukti melakukan korupsi. Upaya tersebut ternyata berhasil membuat para pelaku korupsi di China berpikir ulang sebelum melakukannya, sehingga angka korupsi di China menurun drastis. Ketegasan hukuman bagi koruptor di China dapat kita lihat dari betapa tegangnya para koruptor di China saat menjalani proses pidana, seolah mereka tidak lagi memiliki harapan hidup.
Sementara yang terjadi di Negeri kita berbeda, upaya penindakan KPK tampaknya belum mampu menekan angka korupsi di Indonesia dan hanya membuat para pelakunya menjadi lebih hati-hati atau me metamorphose praktik korupsi mereka agar menjadi lebih sulit terungkap. Jangankan menimbulkan kesadaran masyarakat, menjadikan para pelaku korupsi kapok saja belum mampu. Sebagian besar para pelaku korupsi yang ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK nampak biasa-biasa saja dan masih berani menggumbar senyum atau bahkan mengacungkan “salam metal” kepada awak media.
Setelah di penjarakan pun mereka malah berlomba-lomba untuk mempercantik tempat tinggal sementara mereka di Lembaga Pemasyarakatan, hingga ada ungkapan sinis “Kalo cuma mau renovasi LP Sukamiskin, gak perlu capek-capek nangkepin koruptor”. Hal ini menunjukan bahwa rangkaian proses pidana yang telah dijalani para pelaku korupsi tidak membuat mereka sadar bahwa perbuatan mereka telah menghancurkan upaya mambangun dan mensejahterakan bangsanya.
Kondisi tersebut di atas tentunya akan menjadi contoh dan pemahaman yang buruk di kalangan masyarakat, dan hal itu merupakan salah satu indicator dari kegagalan upaya penindakan untuk mendapatkan deterrent effect, sehingga tidak mengherankan jika kesadaran anti korupsi masyarakat belum terbangun dengan baik dan pada akhirnya kita belum mampu menekan angka korupsi di Indonesia.
Sudah saatnya kita menyadari bahwa pillar Pencegahan korupsi merupakan salah satu hal penting yang harus dilakukan jika kita ingin menekan angka korupsi di negeri ini. Salah satu Key Success Factor pilar Pencegahan adalah dengan membangun kesadaran anti korupsi masyarakat, sehingga mereka memiliki kesadaran akan resiko korupsi dan semangat untuk menolak dan melawan berbagai bentuk praktik korupsi. Melalui terbangunya kesadaran anti korupsi maka secara alamiah akan berjalan pilar-pilar pemberantasan korupsi yang lainnya. Karena dengan adanya kesadaran anti korupsi tersebut, akan mendorong masyarakat untuk ikut terlibat dalam pengawasan yang merupakan massive control efektif disamping pengawasan struktural dan fungsional yang ada. Melalui pengawasan masyarakat, maka perilaku koruptif dapat terdekteksi secara dini untuk selanjutnya dilakukan upaya pre emtive, penindakan dan perbaikan.
Untuk membangun kesadaran masyarakat tentunya kita harus mulai dengan adanya komitmen anti korupsi yang dimulai dari pemimpin tertinggi di Negeri ini. Komitmen anti korupsi tersebut harus dicanangkan, digelorakan, dan di praktekkan dalam kehidupan diri, keluarga, lingkungan kelompok hingga dalam praktek Pemerintahan dan Kenegaraan. Komitmen anti korupsi dijalankan sebagai sebagai suri tauladan sehingga akan ditiru oleh para pemimpin di bawahnya hingga menjadi suatu pemahaman positif yang akan dianut dan dijalankan oleh masyarakat luas. Tanpa adanya komitmen dari para pemimpin tertinggi di negeri ini maka impossible kita dapat mambangun kesadaran anti korupsi masyarakat, karena sebagaimana kata Cicero “ Ikan tidak busuk dari ekornya”.
Kesadaran anti korupsi masyarakat juga perlu dibangun melalui pendidikan formal dengan penerapan kurikulum anti korupsi di sekolah-sekolah dan juga secara informal melalui berbagai kegiatan kebersamaan di masyarakat yang dilakukan dengan melibatkan seluruh komponen bangsa, mulai dari para pejabat pemerintah kalangan swasta, pemuka agama, tokoh pendidikan, para pelaku seni budaya, media masa dan lain sebagainya. Para pemuka agama akan senantiasa menyampaikan nlai-nilai Ke Tuhanan yang melarang perilaku korupsi dan hukuman bagi para pelakuknya di akhirat kelak, para pendidik juga tanpa lelah akan menanamkan spirit of integrity di kalangan para pelajar yang nota bene akan menjadi generasi penerus yang akan membangun bangsa di masa depan. Para pelaku seni juga selalu meniupkan gelombang kejujuran melalui berbagai karyanya, dimana para pencipta lagu membuat sindaran keras kepada para koruptor, para pelawak menjadikan koruptor sebagai bahan tertawaan dan para sineas menyisipkan pesan pesan moral bahwa hidup sederhana akan lebih mulia dibandingkan mereka yang kaya raya tapi berperilaku curang. Demikian juga awak media akan mengungkapkan secara terbuka kasus-kasus korupsi dengan berbagai ulasan yang menggambarkan dampaknya bagi masyarakat luas. Intinya jika semua pihak secara terus menerus membawakan misi moral ini dengan baik, maka secara perlahan tapi pasti akan tertanamkan kesadaran akan resiko korupsi dan ditumbuh kembangkan semangat untuk menolak dan melawan korupsi dalam berbagai bentuknya.
Untuk mencapai kesadaran anti korupsi masyarakat harus dilakukan dengan membangun spirit of integrity sebagai nilai dasar yang dipahami, dihayati dan diamalkan sebagai suatu budaya oleh seluruh komponen bangsa. Dengan terbentuknya spirit of integrity maka dikalangan masyarakat akan terbentuk zona integritas (zone of integrity) yang pada akhirnya akan menjadi gerakan moral bersama untuk menolak dan melawan korupsi. Sebagaimana disampaikan oleh OECD Secretary General, Jose Agel Gurrio Trevino bahwa “Integrity, Tranparency and fight against corruption have to be part of culture, they have to be thought as fundamental values”.
Kegiatan membangun kesadaran anti korupsi di kalangan masyarakat juga bisa dilakukan dengan memberdayakan para terpidana korupsi untuk terlibat dalam kampanye anti korupsi dengan memberikan testimony mengenai betapa korupsi telah membuat hidup mereka menjadi susah dan sengsara. Cerita tentang bagaimana kagetnya saat praktek korupsi mereka terungkap, bagaimana hancurnya perasaan mereka dan keluarganya saat menjalani proses hukum, bagaimana siksaan batin saat harus mendekam di penjara dan jauh dari anak dan istri, perjuangan mental saat harus kembali ke masyarakat dengan reputasi yang telah hancur akan menjadi cerita yang dapat menginspirasi masyarakat untuk tidak sekali kali terkibat dalam praktek korupsi.
Namun demikian pemberdayaan para terpidana korupsi tersebut tentunya harus disertai persyaratan dan metode yang tepat agar dapat memberikan dampak positif bagi masyarakat. Setidaknya persyaratan bagi para terpidana korupsi yang layak terlibat adalah mereka yang telah mendapatkan putusan yang berkekuatan hukum tetap dan tidak lagi mengajukan upaya hukum lain, karena dapat ditafsirkan sebagai upaya pembelaan diri yang memberikan kesan bahwa mereka masih belum mengakui dan merasa bersalah. Mereka haruslah menyatakan pengakuan, penyesalan dan permintaan maaf kepada Negara dan Bangsa ini, serta menyatakan berkomitmen untuk tidak terlibat dalam praktek curang di kemudian hari. Selanjutnya mereka dapat ikut terlibat membantu membangun kesadaran anti korupsi masyarakat melalui testimony mereka.
Pemberdayaan para terpidana korupsi dalam kegiatan membangun kesadaran anti korupsi masyarakat ini seharusnya menjadi bagian dari program pembinaan dan rehabilitasi bagi mereka. Melalui program pembinaan dan rehabilitasi terhadap para pelaku korupsi menjadikan mereka bukan hanya menjalani hukuman tetapi juga dibina agar saat kembali ke masyarakat mereka telah memiliki kesadaran integritas dan menjadi bagian dari gerakan bangsa ini melawan korupsi, bukan sebaliknya justru melakukan korupsi dalam bentuk dan skala lainnya. Jika terpidana narkoba ada program rehabilitasi yang menghasilkan mantan terpidana sebagai duta anti narkoba dan terpidana terrorist juga ada program deradikalisasi yang menghasilkan contoh terrorist yang telah sadar, maka bukan tidak mungkin dalam kasus korupsi juga ada program integrity injection yang menghasilkan contoh terpidana korupsi yang telah memiliki kesadaran dan komitmen anti korupsi.
Hendaknya kita menempatkan para terpidana korupsi bukan sebagai orang yang bersalah semata atau hanya sebagai bahan berita di media dan obrolan di warung kopi. Mereka adalah para tokoh yang telah diberikan kelebihan oleh Tuhan sehingga dapat menjadi bagian dari orang penting di Negeri ini, hanya karena mereka silap tidak mampu menahan godaan dan ujian sehingga mereka terjerumus dari praktek curang. Semua kalangan di Negeri pasti pernah terlibat dalam praktek curang sekecil apapun, tetapi waktu yang akan menentukan kapan perilaku curang itu akan terungkap. Rasanya sayang jika hanya membiarkan para terpidana korupsi meringkuk di tahanan, mereka masih memiliki potensi untuk berbhakti kepada negara di akhir masa hidup mereka dengan menjadikan pengalaman mereka sebagai contoh riil untuk membangun kesadaran anti korupsi masyarakat.
Apabila mereka memahami dampak positif dari keterlibatan mereka dalam membangun kesararan masyarakat, maka mereka akan menyadari bahwa apa yang mereka tersebut memiliki nilai yang tidak kalah dari tugas pekerjaan mereka saat masih menjadi pejabat. Disisi lain kesadaran dan keterlibatan mereka secara sungguh dalam pendidikan anti korupsi masyarakat juga dapat menjadi dasar bagi mereka untuk mengajukan keringanan hukuman, atau setidaknya hal tersebut akan menjadikan mereka memiliki frame yang baru saat selesai menjalani masa pembinaan dan harus kembali kepada masyarakat. Masyarakat tidak lagi mengenal mereka sebagai koruptor atau mantan terpidana korupsi, akan tetapi masyarakat sudah mengenal mereka sebagai salah satu pejuang anti korupsi.
Semoga pemikiran ini dapat diterma dengan jernih oleh berbagai pihak, sehingga upaya membangun kesadaran anti korupsi masyarakat dapat kita jalankan dengan melibatkan semua pihak tampa terkecuali para terpidana korupsi.